sepucuk surat cinta

12:41:00 AM Valencia Ng 0 Comments

aku pulang semalam. 
kau tau apa rasanya? sulit bagiku mencari kata yang tepat. tapi bila aku harus benar - benar mencoba, maka........ rasanya seperti Scarlett yang kembali ke Tara setelah perpisahannya dengan Rhett. ya, seperti itu. entahlah, mereka bilang aku harusnya bahagia. 

aku mendapat semua yang aku impikan. aku tahu aku .... bahagia.

aku semestinya bahagia

ya kan? 

tapi aku tidak tahu merasa apa.  aku menemuimu dimana - mana. dan itu cukup membuatku gila. 
aku jadi teringat kata - katamu. dan perdebatan - perdebatan panjang kita di tengah malam suntuk. aku ingat tatapan mengeryit di wajahmu ketika aku dengan ambisius menceritakan tentang teori - teori Nietszhe dan akan tertawa pelan ketika menjelaskan kecintaanmu pada Freud. ohya, ketidaksukaanmu pada Einstein, dan betapa kamu memuja - muja Tesla. entah kenapa. menurutku, Tesla tidak begitu berjasanya dibanding Einstein, tapi muka seriusmu biasanya akan membuatku memilih untuk tidak berkomentar

dan semakin aku menghindarinya, aku semakin menyadari dirimu ada dimana - mana. di buku - buku yang aku baca, ketika Pramoedya sedang menulis tentang sejarah, dan bukannya humanitas aku terpikir dirimu. kau juga ada di musik gubahan Bach, atau jika kalau aku sedang sedikit ingin pergantian suasana, Beethoven. bahkan ketika aku ke luar dari tempat persembunyianku, aku dapat melihat dirimu dimana - mana. dan kata-katamu keluarlah semua ke permukaan. filosofi tentang langit, tentang hujan, tentang laut, kembang api, matahari, atau senja.... kalau kau sudah berfilosofi begitu, aku akan duduk mendengarkan. melihat ekspresi wajahmu, kecerdasan dari argumenmu, atau mendengar suara jernihmu ketika kau menggebu - gebu menjelaskan. bagaimana aku bisa lupa?

juga, tentu saja, kesukaanmu pada tragedi. kamu bilang aku manusia skeptis. tapi sungguh, apa indahnya Hamlet gubahan Shakespeare? atau Parzival yang harus mengembara hanya karna tidak dapat mengajukan satu pertanyaan? atau kalimat - kalimat Kahlil Gibran favoritmu yang sama sekali tidak membuatku terkesan. aku sungguh tidak mengerti. kamu bilang Romeo dan Juliet itu romantis. Cinta yang penuh tragedi adalah bentuk cinta yang terbesar. Dan kalau sudah begini, kita dapat menghabiskan malam - malam berdebat, dan akhirnya lupa dengan topik awal yang kita perdebatkan dan kemudian tertawa berbaikan. tetapi, secinta-cintanya kau pada tragedi, aku tau kau tidak akan dapat menerima perpisahan kita. itulah tragedi sesungguhnya dalam hidupmu, yang mengubahmu selamanya

dan itu yang mengantarku untuk menuliskan ini. tahu dengan pasti, kau tidak mau menemuiku, atau melihatku lagi. aku sudah pulang, lelah dengan pengembaraanku, dan seperti yang kamu bilang ....... rumah itu hakikatnya di hati. maka aku kembali padamu............ aku tidak berani berharap kau menemuiku, atau membalas surat ini, atau membacanya segera. Aku hanya sedikit berharap, kau tidak membuangnya dan menyimpannya. dan kelak membacanya ketika kamu mau. entahlah, mungkin di depan cucu-cucumu nanti. mungkin saat aku tiada. sungguh, kamu punya hak untuk membenciku

tapi, aku akan menunggu. 

aku rela menunggu. 

kamu benar dalam banyak hal, tetapi satu hal yang aku yakini. Cinta yang penuh tragedi bukanlah bentuk cinta yang terbesar. Tapi cinta yang tidak mengharap balasannya, yang tiada bosan memberi, atau menunggu jika diperlukan. 

dan aku akan terus memberinya, tanpa kau minta. karna bagi seorang perindu, penantian hanyalah masalah waktu. 

0 comments:

Tell me anything